Langsung ke konten utama

Cerita Dayak Kenyah Dari Dataran Apokayan



HumaBetang - Suku Kenyah adalah suku Dayak yang termasuk rumpun Kenyah-Kayan-Bahau yang berasal dari dataran tinggi Usun Apau, daerah Baram, Sarawak. Dari wilayah tersebut suku Kenyah memasuki Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur melalui sungai Iwan di Sarawak terpecah dua sebagian menuju daerah Apau Kayan yang sebelumnya ditempati suku Kayan dan sebagian yang lainnya menuju daerah Bahau. Pergerakan suku ini menuju ke hilir akhirnya sampai ke daerah Mahakam dan akhirnya sebagian menetap di Kampung Pampang Samarinda Utara, Samarinda. Sebagian lagi bergerak ke hilir menuju Tanjung Palas. Suku Kenyah merupakan 2,4% penduduk Kutai Barat.



Suku Kenyah terbagi menjadi Kenyah Dataran Rendah dan Kenyah Dataran Tinggi /Usun Apau Kenyah. Seni budaya suku Kenyah sangat halus dan menarik, sehingga ragam seni hias banyak dipakai pada bangunan-bangunan di Kalimantan Timur.Bukan Sahaja terdiri daripada seni ukiran tetapi tarian dan juga cara hidup.

Suku Kenyah terdiri dari beberapa sub suku lagi seperti:
  • Kenyah Bakung
  • Kenyah Lepok Bam
  • Kenyah Lepok Jalan
  • Kenyah Lepok Tau'
  • Kenyah Lepok Tepu
  • Kenyah Lepok Ke
  • Kenyah Umag Tukung
  • Kenyah Umag Maut
  • Kenyah Lepok Timei
  • Kenyah Lepok Kulit
  • Kenyah Umag Lasan
  • Kenyah Umag Lung

Dataran ApoKayan
Apo kayan, dari udara daerah ini tampak seperti lanskap yang mencolok diantara kerimbunan belantara. Diantara perbukitan, hutan lebat, atap rumah pemduduk tampak memencar. Inilah daerah di ujung utara Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia. Terletak di dataran tinggi seluas sekitar 60 km2., Apokayan seperti menutup diri dengan dunia luar. Selain jaraknya amat jauh dengan kota lain, alat transportasi ke Apo Kayan juga tak gampang.

Apo kayan hanya bisa dicapai dari tiga kota : Samarinda, Tarakan dan Tanjung Selor. Dari ketiga tempat ini perjalanan bias dilakukan lewat udara menggunakan peswat berbadan kecil seperti merpati dan cesna milik misionaris. Selain itu transportasi juga bisal dilakukan melalui sungai. Biasanya penduduk melewati sungai Kayan, Namun seringkali mengalami kesulitan, karena dihadang oleh Riam Afun - Niagara kecil sepanjang 35 km. Penduduk biasanya lebih memilih jalan melingkar menghindari riam Afun, dengan waktu tempuh lebih lama.

Kehidupan di Apo Kayan sesungguhnya, dapat ditelusuri sepanjang sungai Kayan. Penduduk daerah ini berjumlah sekitar 4700 jiwa, sebagian besar membuat rumah sepanjang tepian sungai.  Isini terdapat dua kecamatan yaitu Kecamatan Kayan Hulu dan Kayan Hilir. Di Kayan Hulu tredapat lima desa yakni Long Ampung, Long Nawang, Long Nawang Baru, Long Temuyat, dan Long Payau. Sedangkan di Kayan Hilir ada tiga desa yakni sei Anai, Metun I, dan Data Dian.




429px-COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Het_graf_van_een_dochter_van_een_Kenja_Dajak_vorst_copy

Rumah rumah tinggal mereka masih khas. Uma Da’du atau Lamin adalah rumah asli peninggalan Dayak Kenyah yang masih utuh. Rumah adat ini dibuat dari kayu ulin, beratap sirap. Lamin di hiasi lukisan daun paku simetris dengan aneka warna. Bentuknya sebagian menyerupai tattoo di tangan kaum wanitanya . Mereka juga dikenal mahir membuat manik-manik dan pemahat handal patung Totem.

Kaum wanitanya cantik-cantik, berkulit putih. Keciali bertatto, mereka juga dapat dikenali dengan saratnya anting gelang ditelinganya. Dalam acara-acara tertentu misalnya pesta perkawinan, mereka kerap nenarikan Burung Enggang dan Tarian Gong. Belakangan tarian ini menjadi komuditas bagi para Turis yang datang ke daerah itu. Pemandangan ini dapat dilihat di desa Long bagun dan Long Iram.

Namun demikian mereka tetap taat pada adat lamin yang sehari-hari dikendalikan oleh kepala adat. Di dalam lami, kepala adapt menempati kamar bagian tengah. Bagi mereka, kepala adat adalah orang yang dipilih menurut garis keturunan bangsawan, yang dapat melindungi dan berwawasan luas tentang adat setempat. Dalam struktur masyarakat, posisi kepala adat berada dibawah kepala desa. Namun, dalam keseharian, kepala adat tampak lebih dihormati ketimbang kepala desa.

Transportasi darat di daerah ini belum berkembang baik. Mereka lebih menggunakan jalan setapak sebagai sarana komunikasi darat antara satu rumah atau satu tempat. Alat transportasi populer yang cukup membantu adalah lewat sungai. Mereka menggunakan ketinting (perahu motor) sebagai alat angkut, baik untuk manusia maupun hasil pertanian.   Mata pencaharian mereka memang bertani. Umumnya, sebagai peramu hasil hutan dan peladang berpindah. Perladangan dilakukan dengan sistem rotasi alam selama 4-7 tahun. Di desa Long Payao, Sei Anai, dan Metun I, sistem rotasinya sampai 10 tahun. Inilah, agaknya, mengapa suku Dayak kerap dituding sebagai perusak lingkungan hutan.

Suku Dayak Kenyah, yang menjadi penduduk asli Apo Kayan, sebagian besar beragama Kristen dan Katolik. Sebagian kecil, terutama orang tua, masih ada yang animisme. Belakangan, seiring dengan masuknya para pendatang ke daerah ini, pemeluk islam sudah mulai bermunculan. Suku Kenyah  adalah klan besar suku dayak diantara klan Dayak di Kalimantan, Serawak, dan Sabah di Malaysia. Sebagai pengantar sehari-hari, mereka menggunakan bahasa Kenyah, yang mengenal 14 dialek. Belakangan, munculnya generasi muda suku Kenyah yang mendiami Apo Kayan, bahasa indonesia mulai dikenal.

Klan besar Dayak Kenyah, konon, berasal dari keturunan para pedagang Cina dan suku Barunai (Brunai Darussalam). “Kami berasal dari Sungai Baram, wilayah suku Barunai,” ujar Labu Usad, kepala desa Nawang Baru. Karena sering berperang dengan suku Barunai lainnya, akhirnya berpencar menjadi empat wilayah. Satu diantaranya mendiami Dataran Apo Kayan.



kenyah dance copy

Dalam perkembangannya, Klan ini terbagi menjadi 30 subsuku, yang memiliki nama tersendiri dan masing-masing memiliki kepala adat. Tak jelas, sejak kapan terjadi perpecahan dalam Klan besar ini. Namun, mengapa sampai terjadi perpecahan, itu hanya dapat diterangkan dengan “kata Sahibul Hikayat”.

Alkisah, Batang Laing salah seorang kepala suku menugaskan delapan warganya, empat lelaki dan empat wanita, untuk membuat Yunan (alat peras tebu). Yunan adalah syarat meminta restu kepada Dewa Peselong Loan. “Tum ta mita tan ya leka - Tolonglah kami mencari tanah subur.” Seorang dukun yang memimpin upacara kesurupan, sembari berkata, “A Untana ya suk tana Lurah Tana ya leka ya bileng - Ada tanah yang subur dan luas di lembah lurah yang jauh.”

Nah, petunjuk untuk menemukan “tanah perjanjian” itulah yang memunculkan perbedaan pendapa. Klan besar Kayak Kenyah mengalami pemencaran, sesuai dengan penafsiran masing-masing tentang letak tanah dimaksud, sampai kemudian membentuk kelompok menjadi 30 subsuku. Meski tempat tinggal antar – subsuku ini berpisah, tetap berada dilembah yang sama. Yaitu, membujur sepanjang Apo Kayan – Dataran Tinggi Kayan.

Masing-masing subsuku mempunyai “swing-awing” (keputusan adat tersendiri). Kecuali itu, setiap subsuku memiliki otonomi atas wilayah kerja tersendiri – misalnya atas daerah perburuan, ladang, sebagai hak ulayat masing-masing. Sebelum dataran Apo Kayan dimasuki misionaris, perbedaan antar-subsuku justru memunculkan pertentangan tajam yang berakibat buruk. Misalnya, hanya untuk mempertahankan ego subsuku, mereka tak segan-segan untuk mengayau (memenggal kepala) warga subsuku lain.

Seiring dengan masuknya misionaris, adat jelek itu mulai hilang. Selain itu, juga karena kejenuhan mereka sendiri atas tingkah laku peperangan yang sadis dan melelahkan. Adalah peserang, kepala subsuku Umaq Tau, yang memprakarsai pertemuan antar subsuku. Ketika itu, diharuskan mengangkat sumpah bersama, yaitu sumpah Petutung yang dipimpin langsung oleh Peserang. Upacara dilangsungkan pagi hari, sembari minum air taring harimau dan babi, semua kepala suku menyatakan tobat. Maksudnya, “Kalau ada yang melanggar, hati, mata dan isi perutnya, akan dimakan harimau dan babi, “ujar Pue Pare, kepala adat Long Temuyat.



Sejak itulah, warna kehidupan di Apo Kayan mulai bergeser. Peradaban mereka mulai jinak, dan mau diatur. Mereka mulai diliputi impian-impian akan perubahan gaya hidup. Tahun 1960-an, gelombang besar itu benar-benar terjadi. Sebagian penduduk keluar dari Dataran Apo kayan, menuju daerah baru yang relative dekat dan mudah dijangkau dari kota. “saya putuskan berpisah. Kita harus mencari kehidupan baru, “ujar Pelibut, kepala adat Kayak Kenyah Umaq, di Muara Wahau. Sepanjang sejarah eksodus suku Dayak Kenyah, adalah Pelibut yang banyak diikuti pengikut.

Upaya Pelibut dan teman-teman, sebenarnya, ditentang oleh kepala suku lain. Harapan mereka, Apo Kayan tak perlu ditinggalkan. Tetapi apa yang mesti dipertahankan?” Kehidupan sehari-hari di Apo Kayan susah. Garam saja sulit didapat.” kata Pelibut. Maka, ketika hari belum terang, rombongan Pelibut yang meliputi anak dan istri serta harta benda hijrah diam-diam, keluar dari Apo Kayan. Mereka menyusuri Sungai Boh, sambil bercocok tanam. Tak kurang dari setahun perjalanan menempuh hutan, sampai tiba di tempat tinggal sekarang Muara Wahau.

Agaknya, gelombang eksodus ini juga diikuti oleh sejumlah kelompok lain. Ada yang hijrah menyusuri Sungai Kayan sampai Sungai Oga Long Danum – kini Desa Metulang. Sampai disini, kelompok eksodus ini mengalami perpecahan lagi. Sebagian menuju Lalot Pubong (lumbung di tepi Sungai Nawang) sampai berakhir di Long Nawang.

Apo Kayan, seperti halnya daerah lain di dataran bumi ini, memang tak bisa menghindar dari perubahan. Berbagai bentuk kegiatan penyembahan, misalnya kepada patung, mulai terkikis-menyusul masuknya misionaris ke daerah itu. Sekolah-sekolah dibangun, kegiatan sosial pun muncul. Tak sedikit generasi baru Apo Kayan yang meneruskan sekolah di jenjang perguruan tinggi di Samarinda.

Tinggal kaum tua dan sebagian warga yang mencoba tetap bertahan di Apo Kayan, dengan segala atribut: adat, tradisi, dan agama. Mereka memilih setia pada Apo Kayan, meski bahan pokok sehari-hari relatif mahal ketimbang kota. Toh, akibat pengaruh kaum pendatang, mereka juga mulai mengenal budidaya tanaman keras seperti lada, vanili, kopi, sebagai usaha sampingan. “ Kesulitan kami adalah transportasi, sehingga bahan pokok mahal, “ujar Marcus, pemilik sebuah toko di Long Nawang.   Kecuali itu, pada merekalah, masih dapat dilihat tatto, anting-anting, kerajinan mandau, manik-manik, tarian burung Enggang, dan tarian Gong. Agaknya, memang, tak semuanya mesti berubah.

Lagu Kenyah - Leleng
<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="344" src="//www.youtube.com/embed/4_DF305WEwA" width="459"></iframe>



Lagu Kenyah - Pabat Pibui
<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="344" src="//www.youtube.com/embed/RqkST0XuqNA" width="459"></iframe>

=Lirik Lagu Pabat Pibui=
Tiyang, Mo' pabat lan ni pibui, Tiyang, Mo' pabat lan ni pibui,
Tiyang, Ca kolong lan ni ne tui, Tiyang, Mo' payun lan mi peman,
Silun lundek, Tiyang, Mo'o tawai lok oyan mek
Tiyang, Mo' pibui lan ni pabat, Tiyang, Mo' pibui lan ni pabat,
Tiyang, Ca kolong lan ni koyat, Tiyang, Mo' mecun lan ni da'an,
Silun lundek, Tiyang, Mo'o tawai lok oyan mek
Tiyang, Mo' kembi lan ni kenak, Tiyang, Mo' kembi lan ni kenak,
Tiyang, Ca kolong lan ni ne kak, Tiyang, Mo' badak lan ni ngadan,
Silun lundek, Tiyang, Mo'o tawai lok oyan mek
(sumber: id.wikipedia.org/wiki/Suku_Kenyah; pampangsuniaso.wordpress.com)

Komentar

  1. Tolong arti lagu pabat pibuinya dong....!

    BalasHapus
    Balasan
    1. PABAT PIBUI
      Lirik adalah bahasa lepo ke, berdasarkan bahasa klasik dan berupa bahasa dalam iaitu membawa makna yang mendalam

      Tiyang, Mo' pabat lan ni pibui, Tiyang, Mo' pabat lan ni pibui,
      Teman, kejar betul betul (berupa main kejar2an),
      Tiyang, Ca kolong lan ni ne tui, Tiyang, Mo' payun lan mi peman,
      Teman, ada burung tui (burung peliharaan), kita berganding bahu dan bergandingan tangan

      Silun lundek, Tiyang, Mo'o tawai lok oyan mek
      Hati yang sangat gembira teman (silun lundek - adalah bahasa dalam yang digunakan untuk perasaan sangat gembira) Tak terkira gembiranya kita
      Tiyang, Mo' pibui lan ni pabat, Tiyang, Mo' pibui lan ni pabat,
      Teman, kejar betul betul (masuk sama- dibalikkan)

      Tiyang, Ca kolong lan ni koyat, Tiyang, Mo' mecun lan ni da'an,
      Teman, ada monyet peliharaan, sedang menggoncang dahan
      Silun lundek, Tiyang, Mo'o tawai lok oyan mek
      Hati yang sangat gembira (silun lundek - adalah bahasa dalam yang digunakan untuk perasaan sangat gembira) Tak terkira gembiranya kita
      Tiyang, Mo' kembi lan ni kenak, Tiyang, Mo' kembi lan ni kenak,
      Teman, tak tahu dimana hendak berhenti

      Tiyang, Ca kolong lan ni ne kak, Tiyang, Mo' badak lan ni ngadan,
      Teman, ada burung gagak peliharaan, Bolehkah saya tahu siapa nama

      Silun lundek, Tiyang, Mo'o tawai lok oyan mek
      Hati yang sangat gembira (silun lundek - adalah bahasa dalam yang digunakan untuk perasaan sangat gembira) Tak terkira gembiranya kita

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inilah Aktor/Aktris Pemain Mahadewa (Devon Ke Dev... Mahadev)

Akibat sukses serial Mahabharata, akhirnya membuat ANTV kembali menayangkan sebuah serial India lain bertajuk Mahadewa . Tentu Anda semuanya penasaran bagaimana penampilan normal para pemain Mahadewa ini . Anda pasti setuju jika penampilan sehari-hari mereka tampak lebih keren lagi dibanding saat memakai kostum kolosal dalam serial Mahadewa ini.

Mahadewa Serial (Devon Ke Dev... Mahadev)

Serial Mahadewa baru saja ditayang awal Juni 2014 lalu di ANTV. Mahadewa atau sering juga disebut sebagai Dewa Shiwa/Siwa/Shiva (Dewanagari: शिव ; IAST:  Śiva ) adalah salah satu dari tiga dewa utama (Trimurti) dalam agama Hindu, Siwa adalah merupakan Nama Tuhan bagi umat agama Hindu yang artinya adalah Tuhan Yang Maha Besar. Dewa Siwa adalah dewa pelebur, bertugas melebur segala sesuatu yang sudah usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi sehingga harus dikembalikan kepada asalnya.